upah.co.idJakarta, CNBC Indonesia – Pemerintah China kemarin merilis data pertumbuhan ekonomi sepanjang 2022. Hasilnya, Negeri Tiongkok resmi mengalami era “tergelap” dalam hampir 50 tahun terakhir. Namun itu sudah berlalu, tahun ini perekonomian China diperkirakan akan bangkit.

Bangkitnya ekonomi tentunya menjadi kabar bagus bagi dunia begitu juga dengan Indonesia. Namun, itu juga bisa menjadi yang berdampak buruk. Perekonomian China jadi ibarat “buah simalakama”.

Pemerintah China hari ini melaporkan produk domestik bruto (PDB) sepanjang 2022 tumbuh 3% saja. Angka tersebut jauh di bawah target pemerintah 5,5%.

Jika tidak memperhitungkan tahun 2020, ketika dunia dilanda pandemi penyakit akibat virus corona (Covid-19), PDB tersebut menjadi yang terendah sejak 1976.

China merupakan mitra dagang utama Indonesia, ketika perekonomiannya melambat maka permintaan juga berisiko menurun. Untungnya, harga komoditas yang sedang tinggi membuat ekspor ke China justru meningkat.

Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) nilai ekspor Indonesia ke China sepanjang 2022 sebesar US$ 63,5 miliar, naik 24% dari tahun sebelumnya.

Namun, di tahun ini harga komoditas diprediksi akan menurun yang tentunya berdampak ke nilai ekspor. Ketika ekonomi China terus melambat disertai dengan penurunan harga komoditas, maka ekspor akan terpukul.

Kabar baiknya, perekonomian China diperkirakan akan bangkit, sebab pemerintahnya sudah mulai melonggarkan kebijakan zero Covid-19.

Hasil survei terbaru dari Reuters memprediksi produk domestik bruto (PDB) China akan tumbuh 4,9% (yoy) pada 2023. Dengan demikian, permintaan komoditas bisa kembali meningkat.

Tetapi seperti disebutkan sebelumnya, perekonomian China ibarat buah simalakama. Ketika mulai melakukan re-opening, pasar saham Indonesia langsung terpukul.

Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang dibanjiri duit asing pada tahun lalu mendadak ditinggal. Investor asing ramai-ramai menarik dananya, dan ada indikasi memasukkannya ke China.

Data pasar menunjukkan sepanjang 2023 investor asing melakukan aksi jual bersih (net sell) sebesar Rp 5,5 triliun di all market.

Alhasil, IHSG pun turun 1,2% hingga Selasa (17/1/2023).

Di sisi lain, pasar saham China menikmati capital inflow yang besar. Berdasarkan data yang dikompilasi Goldman Sachs dan dikutip South China Morning Post, dalam dua pekan pertama tahun ini investor asing membeli saham perusahaan China hingga US$ 9 miliar, menjadi yang terbesar sejak 2018.

Bahkan, nilai tersebut sekitar 70% dari total inflow sepanjang 2022 yang mencapai US$ 13 miliar.

Itu baru dari pasar finansial, sektor riil juga bisa menanggung beban besar. Sebab, pelonggaran zero Covid dan potensi bangkitnya perekonomian, maka permintaan energi khususnya minyak mentah akan meningkat.

Alhasil, harga minyak mentah berisiko kembali menanjak. Harga minyak mentah jenis Brent misalnya yang jeblok sekitar 10% pada 2 hari perdagangan tahun ini akibat isu resesi kini sudah bangkit lagi. Pada periode 5 sampai 17 Januari minyak Brent mencatat kenaikan 10,4%.

Jika terus menanjak, hal ini tentunya akan menjadi beban bagi pemerintah. Biaya impor minyak mentah akan kembali membengkak, apalagi jika sampai kembali ke atas US$ 100/barel.

Meski demikian, jika harga minyak mentah tidak naik tajam, maka bangkitnya perekonomian China bisa menjadi kabar bagus bagi Indonesia, begitu juga dunia.