upah.co.id – Kekerasan seksual berbasis elektronik (KSBE) mulai marak terjadi di Indonesia. Direktur Legal Resource Center untuk Keadilan dan Hak Asasi Manusia (LRC-KJHAM) Nur Laila Hafidhoh mengatakan KSBE yang dialami perempuan dapat menjurus pada pelecehan hingga eksploitasi seksual secara fisik dengan alat pendukung media sosial .

“Perkembangan yang terjadi, kekerasan seksual tidak hanya terjadi secara fisik, namun juga ke ranah elektronik ,” katanya, Rabu, 9 Maret 2023.

Telaah terkait maraknya KSBE di tanah air merujuk pada beberapa kasus yang ditangani LRC-KJHAM di Jawa Tengah seperti Kota Semarang, Kabupaten Semarang, dan Kabupaten Jepara. Sayangnya sejauh ini beberapa korban enggan melapor dan membawa kasus KSBE itu ke ranah hukum.

Oleh karenanya, Laila menuturkan saat ini pihaknya sedang berupaya melakukan konseling untuk meyakinkan korban karena Undang-Undang Nomor 12 tahun 2022 Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) sudah mengatur terkait KBSE.

“Ada juga KSBE di beberapa kabupaten/kota lainnya yang kami advokasi. Sejauh ini, kebanyakan kasus masih dalam tahap konseling untuk meyakinkan korban agar mau meneruskan ke ranah hukum,” ujar Laila.

KBSE awamnya bermula ketika seseorang mulai saling kontak melalui media sosial hingga berlangsung komunikasi yang intens. Setelah terjalin kedekatan, terjadi pengambilan gambar atau foto tanpa mengenakan pakaian baik secara disengaja ataupun lewat kejahatan peretasan.

Foto atau video yang diterima pelaku kemudian dijadikan alat untuk mengancam agar korban dapat memenuhi keinginannya. Ancaman tersebut dapat membuat korban terpaksa melakukan tindakan asusila yang sebelumnya tak dikehendakinya.

“Nah, foto atau gambar ini dijadikan oleh pelaku sebagai alat untuk mengancam atau memaksa korban untuk menuruti keinginannya, seperti hubungan seksual terus menerus dan pemerasan uang,” katanya.

Meski beberapa korban dikabarkan enggan melapor ke polisi, tetapi beberapa kasus justru menyebut laporan korbanlah yang ditolak oleh oknum aparat.

“Ada juga kasus KBSE yang korbannya sudah melaporkan kasusnya ke polisi. Jadi, korban ini diancam videonya mau disebarkan. Tetapi, polisinya bilang kan belum terjadi (pemerasan),” ujarnya.

Karena itu, Laila mengatakan LRC-KJHAM sedang berkoordinasi dengan polisi agar implementasi UU TPKS di lapangan berjalan sesuai yang diharapkan.

“Makanya, kami terus berkoordinasi dengan penyidik di Polda Jateng dan Polres. Selain juga mendampingi korban, dan meyakinkan korban untuk berani memperkarakan secara hukum,” ucapnya.***