upah.co.id – Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) mengatakan menurunkan angka prevalensi balita stunting bisa membantu pemerintah daerah untuk mengamankan bonus demogradi di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).

“Momentum penurunan angka stunting ini harus dipertahankan dan ditingkatkan agar bonus demografi dapat dinikmati,” kata Kepala BKKBN Perwakilan BKKBN DIY Shodiqin dalam keterangan resmi BKKBN di Jakarta, Selasa.

Shodiqin menuturkan,stunting masih menjadi pekerjaan rumah tidak hanya bagi BKKBN, namun bagi seluruh pemangku kebijakan. Berdasarkan Hasil Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) tahun 2021, DIY termasuk dalam tiga terendah untuk kasus stunting di Indonesia setelah provinsi Bali dan DKI Jakarta yaitu pada angka 17,3 persen.

Kemudian di tahun 2022 angkanya kembali mengalami penurunan menjadi 16,4 persen. Penurunan tersebut membuktikan bahwa pemerintah DIY benar-benar serius memperbaiki kualitas penduduknya yang mulai memasuki transisi penuaan penduduk.

Selain menurunkan stunting, capaian lain yang mencapai target BKKBN adalah angka kesuburan total (TFR) yang memenuhi syarat, luasnya cakupan pemakaian alat kontrasepsi modern, terlihat menurunnya angka kelahiran di usia remaja serta meningkatnya usia perkawinan yang dilangsungkan perempuan.

“Namun sekarang yang belum tercapai adalah unmet need (kebutuhan ber-KB yang tidak terlayani). Kita juga masih harus meningkatnya indeks Pembangunan Keluarga (iBangga), dan capaian KB Pasca Persalinan (KBPP). Dengan sinergitas para pemangku kepentingan Shodiqin optimis target kinerja yang belum terpenuhi dapat dipenuhi pada tahun 2023 ini,” ujarnya.

Inspektur Utama BKKBN Ari Dwikora Tono menambahkan bahwa transisi demografi di Indonesia, ditandai dengan adanya penurunan fertilitas yang tajam, karena keberhasilan Program KBdibarengi penurunan mortalitas telah merubah struktur dan komposisi penduduk Indonesia yang menghasilkan bonus demografi.

Bonus Demografi hanya bisa terjadi apabila jumlah kelompok usia produktif, lebih banyak dari usia non-produktif.

Sehingga momentum itu harus dipertahankan agar Indonesia betul-betul dapat menikmati periode bonus demografi lebih panjang.

“Jangan sampai jumlah kelompok usia produktif yang tinggi menjelang 2045 nanti memiliki tingkat produktivitas yang rendah atau bahkan malah menjadi beban karena saat usia di bawah dua tahun menderita stunting yang tidak tertangani dengan baik,” katanya.