upah.co.id – Kepala Dinas Koperasi Usaha Mikro Perdagangan dan Perindustrian (DKUPP) Kabupaten Probolinggo Anung Widiarto mengatakan pembahasan Rancangan Undang-undang (RUU) tentang Perkoperasian menjadi momentum untuk membangkitkan minat masyarakat berkoperasi.

Menurut AnungWidiartodi Probolinggo, Jatim, Kamis, Undang-undang (UU) Nomor 25 Tahun 1992 diberlakukan kembali setelah UU Nomor 17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian dibatalkan dan dinyatakan tidak konstitusional oleh Mahkamah Konstitusi (MK) melalui judicial review.

“Karena UU Nomor 25 Tahun 1992 dinilai sudah tidak sesuai dengan tantangan zaman dan kebutuhan koperasi di era digital dan persaingan global, Pemerintah mulai membahas RUU tentang Perkoperasian,” katanya.

Menurutnya, koperasi merupakan bagian penting dari tata penyelenggaraan ekonomi nasional untuk mewujudkan demokrasi ekonomi Indonesia dalam sistem perekonomian nasional sebagai usaha bersama berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

“RUU Perkoperasian disusun dengan kerangka pikir kondisi saat ini dengan merekognisi, menyempurnakan dan memberi penegasan terhadap praktik baik masa kini, menjawab masalah kontemporer yang dihadapi koperasi dan menyerap berbagai khazanah, praktik dan tren perkoperasian di luar negeri,” tuturnya.

Ia menjelaskan tren perubahan demografi, teknologi dan bisnis secara jangka panjang, mengakomodasi dan mengantisipasi berbagai perubahan, peluang serta kebaruan yang menjadi perhatian kondisi masa depan bagi koperasi.

“Koperasi agar dapat lebih adaptif terhadap perubahan dan perkembangan aspek ekonomi, teknologi, sosial serta budaya secara global,” katanya.

Ia mengatakan berbagai isu strategis pun telah dipetakan dengan norma-norma baru yang diatur antara lain digitalisasi diatur pada aspek admisnistrasi, organisasi dan bisnis, pengawasan diatur lebih rinci dengan mengacu pada permodalan dan pelayanan usaha dengan kategori open loop dan close loop.

“Kemudian perlindungan simpanan anggota melalui Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) dan pengenaan sanksi pidana bagi koperasi yang melakukan pelanggaran,” katanya.

Menurutnya, yang paling krusial adalah penguatan ekosistem perkoperasian melalui pembentukan LPS koperasi, Otoritas Pengawasan Koperasi (OPK) serta Komite Penyehatan Koperasi.

Ia menjelaskan pengembangan ekosistem koperasi akan menjadi pendekatan baru dalam pemberdayaan koperasi, sehingga RUU itu diharapkan menjadi solusi terhadap beragam permasalahan perkoperasian di Indonesia.

“Ditinjau dari norma-norma baru pengaturan koperasi, RUU itu telah banyak menutup celah kelemahan UU Nomor 25 Tahun 1992 dan menjadi momentum kebangkitan koperasi,” ujarnya.