upah.co.id – Organisasi Pangan dan Pertanian Perserikatan Bangsa-Bangsa (FAO) bekerja sama dengan Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Kementerian Pertanian meluncurkan “Strategi Nasional E-Agriculture” di Yogyakarta, Selasa.

Strategi digitalisasi pertanian itu bertujuan memanfaatkan sumber daya data dan informasi di sektor pertanian untuk kepentingan petani kecil.

“Sangat penting untuk dicatat bahwa Kementerian Pertanian bekerja sama dengan FAO telah mempercepat pembangunan pertanian di negara ini. Saya mengapresiasi “Strategi Nasional E-Agriculture” yang bertujuan memberikan fasilitasi instrumen yang sangat dibutuhkan kementerian untuk mempercepat pembangunan pertanian kita di hulu, ‘on farm’, dan pascapanen agar petani memperkuat posisinya industri pertanian,” ujar Sekretaris Jenderal Kementerian Pertanian Kasdi Soebagyono.

Data luas lahan yang digarap, produktivitas, jalur pemasaran, diversifikasi harga komoditas konsumsi, dan keamanan pangan, kata Kasdi, merupakan beberapa contoh parameter data dalam produksi pertanian yang sangat dibutuhkan oleh pengambil kebijakan.

Menurut dia, data yang komprehensif tersebut dapat mempercepat pengembangan early warning system (EWS) yang dapat mengurangi dampak bencana tertentu di suatu negara.

Perwakilan FAO di Indonesia dan Timor Leste Rajendra Aryal menjelaskan dalam peta jalan “Strategi Nasional E-Pertanian” disebutkan antara lain Indonesia pada 2027 akan memiliki basis data terintegrasi untuk lahan pertanian dan petani, menyediakan sistem peringatan dini digital untuk bencana yang mengancam produksi pertanian, dan menjalankan sistem untuk pengumpulan, ekstraksi, dan analisis data pertanian.

“Salah satu pintu masuk utama transformasi sistem pertanian pangan di Indonesia adalah digitalisasi pertanian,” kata dia.

Digitalisasi, ujar Rajendra, akan menghasilkan data yang terpercaya dan platform bagi para pembuat keputusan untuk membuat kebijakan yang tepat sasaran.

“Kita perlu mengumpulkan data real time untuk informasi yang lebih transparan untuk memudahkan petani mendapatkan akses yang lebih baik ke pasar,” kata dia.

Menurut Rajendra, digitalisasi pertanian juga merupakan cara untuk menarik kaum muda untuk terlibat dalam bisnis pertanian.

“Digitalisasi adalah masa depan, dan masa depan sekarang adalah untuk memberdayakan perempuan, laki-laki, dan pemuda di bidang pertanian,” ujar Rajendra.

Ia melanjutkan, salah satu inti dari solusi digital di dalam “Strategi Nasional E-Agriculture” adalah basis data yang andal untuk pengambilan keputusan.

Hal itu dituangkan dalam sistem data collection platform (DCP) yang dapat menyusun data pertanian dari berbagai sumber dan sistem.

“Begitu data tersedia, penerapan solusi elektronik lainnya relatif mudah diikuti dan diintegrasikan. Implementasi e-solution untuk setiap daerah akan dilakukan secara selektif berdasarkan kebutuhan daerah, ketersediaan infrastruktur, dan kearifan lokal,” tutur Rajendra.

Kementerian Pertanian dan FAO bersama Fakultas Pertanian Universitas Gajah Mada (UGM) membuat DCP berbasis web dan mobile yang dapat merekam data secara real time.

Data yang telah dikumpulkan dan disusun oleh DCP di lapangan, menurut Radjendra, menghubungkan data “real time” dengan Agriculture War Room (AWR) Kementan di Jakarta.

Penyuluh Pertanian di Desa Margoluwih, Yogyakarta, dan petani kopi di Desa Pupuan, Bali, telah menjadi bagian dari proyek percontohan untuk DCP.

Kementerian Pertanian telah memperluas percontohan ke Subang di Jawa Barat pada Januari 2023.

Sementara itu, FAO juga menginisasi pekerjaan eksperimental dengan Badan Riset dan

Inovasi Nasional (BRIN) untuk mengembangkan basis data untuk menghitung total luas lahan pertanian dan hasil panen yang sedang berlangsung.

Kerja sama ini selanjutnya bertujuan untuk mengintegrasikan data satelit BRIN dengan data di lapangan yang terekam di DCP.