Ingin Rusia Hentikan Perang di Ukraina, Macron Bakal Kunjungi China

upah.co.id – Presiden Prancis Emmanuel Macron berencana berkunjung ke China pada April 2023. Kunjungan itu untuk mendesak China untuk membantu menekan Rusia mengakhiri perang di Ukraina.

Dilansir AFP, pada Sabtu (25/2/2023), Macron akan mengunjungi China pada awal April. Macron ingin mendesak China untuk ikut menekan Rusia akhiri invasi Ukraina.

Macron menyampaikan itu di sela pertunjukan pertanian di Prancis. Menurutnya perdamaian hanya mungkin terjadi jika “agresi Rusia dihentikan, pasukan ditarik, dan kedaulatan teritorial Ukraina dan rakyatnya dihormati.”

Macron juga mendesak Beijing “untuk tidak memasok senjata apa pun ke Rusia” dan meminta bantuan Beijing untuk “memberikan tekanan pada Rusia untuk memastikannya tidak pernah menggunakan senjata kimia atau nuklir dan menghentikan agresi ini sebelum negosiasi”.

Sebelumnya, pada peringatan setahun invasi yang dilancarkan Rusia ke Ukraina, Jumat (24/2) waktu setempat, China menyerukan gencatan senjata secara komprehensif — usulan yang ditolak Kiev kecuali melibatkan penarikan pasukan Moskow sepenuhnya.

Dalam dokumen yang menjelaskan posisinya, seperti dilansir CNN, Kementerian Luar Negeri China menyerukan dilanjutkannya perundingan damai, diakhirinya sanksi-sanksi secara sepihak, dan menekankan sikapnya menentang penggunaan senjata nuklir.

Posisi itu telah dijelaskan oleh Presiden Xi Jinping kepada beberapa pemimpin Barat tahun lalu.

Dokumen berisi 12 poin yang dirilis China itu menjadi bagian dari upaya Beijing untuk menampilkan dirinya sebagai perantara perdamaian yang netral, di tengah perjuangan untuk menyeimbangkan hubungan ‘tanpa batas’ yang dijalin dengan Moskow dan hubungan yang rusak dengan Barat saat perang berlanjut.

“Konflik dan perang tidak menguntungkan siapapun. Semua pihak harus tetap rasional dan menahan diri, menghindari untuk mengobarkan api dan memperparah ketegangan, dan mencegah krisis semakin memburuk atau semakin lepas kendali,” cetus dokumen rencana perdamaian yang diusulkan China itu.

Klaim Beijing soal posisinya yang netral telah dirusak oleh penolakannya mengakui sifat konflik di Ukraina, dengan sejauh ini menghindari untuk menyebutnya sebagai ‘invasi’, juga adanya dukungan diplomatik serta ekonomi kepada Rusia.