upah.co.id – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dinilai tidak mempunyai mekanisme buat menindaklanjuti atau menyelidiki Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) yang diduga janggal, terkait dengan pejabat Direktorat Jenderal Pajak Rafael Alun Trisambodo yang mempunyai harta sebesar Rp 56,1 miliar.

“KPK seperti enggak punya mekanisme yang jelas untuk menindaklanjuti LHKPN. Menurut saya kok ngeles kalau bilang belum ditemukan indikasi tindak pidana,” kata pakar tindak pidana pencucian uang Yenti Garnasih saat dihubungi Kompas.com, Sabtu (25/2/2023).

Menurut Yenti yang pernah menjadi panitia seleksi calon pimpinan KPK 2019-2023, seharusnya KPK yang diberi kewenangan buat mengumpulkan data harta kekayaan penyelenggara negara tidak hanya menerima laporan dari pejabat.

Yenti mengatakan, seharusnya KPK mendalami ketepatan laporan dan melakukan verifikasi terhadap data harta kekayaan yang disampaikan para pejabat.

“Setelah itu nilainya itu dicek. Benar enggak. Sumbernya dari mana? Setelah itu laporan berkala. Kalau ditemukan ada yang enggak wajar itu dikejar. Harus ditindaklanjuti. Bukan lapor saja lalu sudah selesai,” ucap Yenti.

Padahal menurut Yenti, LHKPN adalah bagian dari mekanisme pencegahan dan deteksi korupsi yang dilakukan oleh penyelenggara negara. Selain itu, para pejabat juga mempunyai kewajiban buat bisa mempertanggungjawabkan asal-usul hartanya yang didapat.

“Semua aparatur sipil negara yang diwajibkan lapor LHKPN ya harus dijalankan. Itu kan satu upaya pencegahan. Yang paling penting menjalankan kebijakan LHKPN itu tidak setengah hati,” ujar Yenti.

Jumlah harta kekayaan Rafael yang fenomenal terungkap setelah sang anak, Mario Dandy Satrio, terlibat kasus penganiayaan terhadap David Latumahina.

David merupakan anak dari Jonathan Latumahina yang merupakan seorang pengurus GP Ansor.

Setelah Mario ditangkap beserta sebuah mobil Jeep Rubicon yang digunakan buat mengangkut pelaku, beredar rekaman video yang memperlihatkan peristiwa penganiayaan terhadap David. Kemudian sejumlah harta kekayaan Rafael yang diduga janggal terungkap.

Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanana (Menkopolhukam) Mahfud MD, memaparkan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) sudah melaporkan transaksi janggal Rafael ke KPK sejak 2012.

“Laporan kekayaan yang bersangkutan sudah dikirimkan oleh PPATK sejak tahun 2012, tentang transaksi keuangannya yang agak aneh, tetapi oleh KPK belum ditindaklanjuti,” ungkap Mahfud kepada wartawan di kawasan Slipi, Jakarta, Jumat (24/2/2023).

Mahfud pun berharap agar laporan PPATK itu dapat ditindaklanjuti KPK. Sehingga, asal usul kekayaan Rafael dapat diaudit.

Atas hal tersebut, Deputi Pencegahan dan Monitoring KPK Pahala Nainggolan bahkan menyebut kekayaan yang dimiliki Rafael “tidak nyambung” dengan profil jabatannya yang notabene merupakan seorang Kabag Umum di Kanwil Ditjen Pajak.

Secara terpisah, Kepala PPATK Ivan Yustiavandana mengungkapkan, lembaganya sudah sejak lama curiga dengan transaksi di rekening yang dimiliki Rafael. Bahkan, PPATK menduga Rafael memiliki perantara sendiri.

“Signifikan tidak sesuai profile yang bersangkutan dan menggunakan pihak-pihak yang patut diduga sebagai nominee atau perantaranya,” kata Ivan saat dihubungi awak media, Jumat (24/2/2023).

Perantara itu, sebut dia, menjadi perpanjangan tangan Rafael untuk bertransaksi.

Nyuruh orang buka rekening dan transaksi,” lanjut Ivan.

Meski demikian, Ivan enggan menjawab berapa jumlah nominal mencurigakan nominal transaksi tak wajar Rafael.

Ia hanya meminta persoalan tersebut ditanyakan kepada penyidik KPK. Sementara itu, KPK akan memanggil Rafael untuk mengklarifikasi LHKPN-nya yang terakhir dilaporkan pada 2021.

“KPK akan segera melakukan pemanggilan kepada yang bersangkutan, untuk klarifikasi LHKPN yang telah dilaporkan dengan faktual harta yang dimilikinya,” kata Juru Bicara Penindakan dan Kelembagaan KPK, Ali Fikri saat ditemui di gedung Merah Putih KPK, Jumat.

Ali mengungkapkan, KPK telah memeriksa Rafael untuk dimintai klarifikasi terkait LHKPN tahun 2012 sampai dengan 2019.

Hasil klarifikasi tersebut kemudian diserahkan kepada Inspektorat Kementerian Keuangan untuk ditindaklanjuti.

Menurut Ali, tindakan ini dilakukan sebagai bentuk fungsi LHKPN yang tidak hanya memantau kepatuhan para pejabat untuk melaporkan harta kekayaan mereka.

“Tetapi juga pemeriksaan LHKPN dari para Penyelenggara Negara,” ujarnya.

Menteri Keuangan Sri Mulyani bahkan sudah mencopot Rafael dari jabatannya, dan memerintahkan Itjen Kementerian Keuangan memeriksa harta Rafael.

(Penulis : Dian Erika Nugraheny | Editor : Dani Prabowo)

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram “Kompas.com News Update”, caranya klik link , kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.