upah.co.id – Kementerian Perhubungan (Kemenhub) menyatakan saat ini sedang melakukan kajian terkait penerapan tarif batas atas dan bawah (TBA/TBB) dan juga tarif fuel surcharge (FS) pada formula tarif penerbangan. Perubahan yang terjadi pada komponen-komponen tersebut dapat mempengaruhi harga tiket pesawat di tengah masyarakat.

Ditjen Perhubungan Udara Kemenhub bersama dengan Asosiasi Maskapai Penerbangan Indonesia atau Indonesia National Air Carriers Association (INACA) akan berkolaborasi untuk melakukan kajian bersama dalam penyempurnaan formulasi perhitungan tarif tiket pesawat.

Dirjen Perhubungan Udara Maria Kristi Indah Murni mengatakan pengkajian hitungan baru formulasi tarif penerbangan dilakukan untuk mendapatkan nilai keekonomian tarif yang lebih sesuai. Pihaknya akan memperhatikan kondisi harga avtur dan biaya operasional pesawat terkini, dengan tetap memperhatikan asas perlindungan konsumen.

“Kami akan terus aktif dan konsisten berkoordinasi dan berkolaborasi dengan stakeholder lainnya untuk memberikan dukungan terhadap terciptanya konektivitas nasional dan global dengan beban biaya yg paling efesien guna memperoleh tarif yang semakin terjangkau oleh masyarakat,” ungkap Kristi dalam keterangannya, Minggu (26/3/2023).

Secara resmi, INACA dan beberapa maskapai telah bersurat kepada Ditjen Perhubungan Udara untuk mempertimbangkan kembali adanya peninjauan ulang terhadap besaran tarif penerbangan.

Sejauh ini berdasarkan kajian bersama yang dilakukan terkait penilaian dari maskapai dan INACA terhadap besaran TBA pada beberapa rute penerbangan nilai keekonomiannya sudah tidak sesuai dengan beban operasional penerbangan (BOP).

Sebelumnya, Ketua Umum Indonesia National Air Carrier Association (INACA) Denon Prawiraatmadja sudah mengatakan pihaknya mengajukan adanya perubahan tarif batas atas kepada Kemenhub.

Bersambung ke halaman selanjutnya.

Denon memproyeksikan penyesuaian ini akan menghasilkan kenaikan harga tiket pesawat. Apalagi bila melihat potensi penurunan suplai avtur di masa mendatang.

“Dengan penurunan area eksplorasi fossil fuel karena banyak pengusaha yang mulai double concern dekarbonisasi ini. Supply-nya maka akan menurun, mekanisme pasar kan kalau suplai menurun ya harganya jadi naik. Jadi saya pikir ini harus menjadi concer bagaimana kita menyikapinya ke depan,” kata Denon saat ditemui di Soho Pancoran, Jakarta Timur, Jumat (3/3/2023) yang lalu.

“Artinya saya nggak tahu bakal turun atau naik, tapi kalau melihat mekanisme pasar dengan suplai berkurang biasanya harganya jadi naik,” imbuhnya.

Sekretaris Jenderal (Sekjen) Bayu Sutanto menambahkan sudah sepatutnya penyesuaian TBA segera dilakukan. Komponen TBA sendiri terdiri atas harga avtur dan nilai tukar Rupiah terhadap mata uang asing. Terutama nilai tukar Dolar AS dan Euro Eropa yang mengalami penguatan terhadap Rupiah.

Maka dari itu, menurutnya penyesuaian ini justru terbilang terlambat. Dia bilang penyesuaian harga TBA sendiri terakhir kali dilakukan 4 tahun lalu, padahal idealnya dievaluasi 3 bulan sekali.

“Kalau kurs itu kan berubah ya harus disesuaikan dong. Nah ini yang telat. Tarif batas atas itu kan diatur di KMP Nomor 106 tahun 2019. 4 tahun yang lalu. Nggak pernah dievaluasi. Idealnya dievaluasi disebutnya sih setiap 3 bulan,” ujar Bayu di kesempatan yang sama.