upah.co.id – Tim penasihat Hukum Chuck Putranto , Jhony Mazmur Manurung berharap Jaksa Penuntut Umum (JPU) mempertimbangkan seluruh fakta persidangan dalam membuat surat tuntutan terhadap kliennya.

Adapun Chuck Putranto bakal mendengarkan tuntutan jaksa atas kasus obstruction of justice atau perintangan proses penyidikan terkait pembunuhan Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J.

“Pada prinsipnya, Chuck Putranto dan tim penasihat hukum siap mendengar tuntutan Jaksa,” ujar Jhony Mazmur saat berbincang dengan Kompas.com, Kamis (26/1/2023).

“Yang kita harapkan dari tuntutan Jaksa adalah mempertimbangkan fakta-fakta persidangan, bukan lagi merujuk dalam dakwaan,” ucapnya.

Menurut dakwaan jaksa, Chuck Putranto disebut menyimpan dua decoder vital CCTV di Kompleks Polri, Duren Tiga yang menjadi tempat kejadian perkara (TKP) tewasnya Brigadir J. Dua decoder itu berasal dari pos security Duren Tiga dan rumah Kanitreskrim Polres Jakarta Selatan, AKBP Ridwan Rhekynellson Soplangit.

Jaksa berpandangan, penguasaan atas digital video recorder (DVR) CCTV sebagai barang bukti kematian Yosua merupakan tindakan melanggar hukum. Akan tetapi, tim kuasa hukum menyebutkan bahwa DVR CCTV yang diterima Chuck Putranto dari pekerja harian lepas (PHL) pada Divisi Propam Polri, Ariyanto tidak merekam tembak menembak.

DVR CCTV tersebut hanya merekam kedatangan mantan Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Kadiv Propam) Ferdy Sambo dan almarhum Yoshua dalam keadaan masih hidup. Hal tersebut diakui Chuck Putranto, Ferdy Sambo dan Richard Eliezer atau Bharada E sebelum adanya laporan Polisi terkait pembunuhan berencana terhadap Brigadir J tersebut.

“Chuck Putranto dalam menjalankan perbuatannya memindahkan DVR ke Polres Selatan atas inisiatif sendiri sebagai Korspri dan sudah diakui betul oleh Polres Selatan bahwa DVR tersebut diserahkan ke Polres Selatan,” papar Jhony.

“DVR tersebut oleh Polres Selatan tidak pernah dilakukan sita, jadi tidak pernah menjadi barang bukti,” ucapnya.

Jhony menambahkan, tindakan Chuck Putranto untuk mengambil, mengcopy dan melihat isinya CCTV dijalankan sebagai bawahan atas perintah langsung Ferdy Sambo. Kuasa hukum mengeklaim saat itu kondisi jiwa Chuck Putranto juga dalam kondisi tertekan lantaran dimarahi oleh eks Kadiv Propam itu.

“Setelah ditonton, adanya perintah untuk menghapus isi file tersebut bukan perintah ditujukan kepada Chuck Putranto, jadi Chuck tidak pernah menghapus file rekaman,” kata Jhony.

“Namun file asli di dalam DVR dikembalikan lagi ke Polres Selatan tanggal 13 Juli, dan sudah diserahkan ke Puslabfor tanggal 14 Juli,” jelas dia.

Oleh sebab itu, kuasa hukum mengaku bingung dengan dakwaan Chuck Putranto yang disebut menghalangi Penyidikan. Sebab, DVR CCTV sudah dikembalikan jauh sebelum adanya laporan polisi perkara pembunuhan berencana dan laporan polisi obstaction of justice ini.

“Kalaupun dianggap salah perbuatan Chuck Putranto, tetap tidak dapat dipidana karena hanya menjalankan perintah atasan, ini keterangan ahli ahli pidana di persidangan karena memenuhi unsur Pasal 51 dan pengecualian dari Pasal 55 yaitu orang gila, anak dibawah umur dan bawahan menjalankan perintah atasan,” papar Jhony.

Kuasa hukum Chuck Putranto lainnya, Daniel Sony R. Pardede menambahkan bahwa Pasal Undang-Undang Informasi Transaksi Elektronis (ITE) yang didakwakan jaksa terhadap kliennya juga tidak tepat.

“Yang menarik terkait Pasal UU ITE atau pasal 32 Ayat 1 dan Pasal 33, karena penerapan Pasal seharusnya pada tindakan hacker, dan bukan tindakan mengambil dan memindahkan secara fisik yang dilakukan Chuck Putranto,” tutur Daniel.

Dalam kasus ini, Chuck didakwa jaksa telah melakukan perintangan penyidikan pengusutan kematian Brigadir J bersama Ferdy Sambo, Hendra Kurniawan, Agus Nurpatria, Arif Rachman, Baiquni Wibowo dan Irfan Widyanto.

Tujuh terdakwa dalam kasus ini dijerat Pasal 49 jo Pasal 33 UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.

Mereka dikatakan jaksa menuruti perintah Ferdy Sambo yang kala itu menjabat sebagai Kadiv Propam Polri untuk menghapus CCTV di tempat kejadian perkara (TKP) lokasi Brigadir J tewas.

Para terdakwa juga dijerat dengan Pasal 48 jo Pasal 32 Ayat (1) UU No.19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Selain itu, enam anak buah Ferdy Sambo itu juga dijerat dengan Pasal 221 Ayat (1) ke-2 jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram “Kompas.com News Update”, caranya klik link , kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.