Wow, Harga Emas Mau Rp 2 Juta Per Gram! Udah Borong?

upah.co.id – Harga emas batangan di dalam negeri terus melesat naik belakangan ini mengikuti pergerakan harga emas dunia. Bahkan, tidak menutup kemungkinan harganya akan semakin mahal tahun ini.

Melansir data dari situs logammulia.com milik PT Aneka Tambang Tbk (Antam), harga emas batangan pada Sabtu (14/1), harga emas batangan per 1 gram berada di posisi Rp 1.043.000, naik tipis dari harga emas kemarin, yakni Rp 1.042.000 per 1 gram.

Adapun satuan harga emas terkecil ukuran 0,5 gram saat ini berada di angka Rp 571.500. Sedangkan harga emas untuk 10 gram seharga Rp 9.925.000 dan satuan terbesarnya yakni 1.000 gram (1 kg) berada di harga Rp 983.600.000.

Jika dilihat data sepekan terakhir, harga emas Antam bergerak di rentang Rp 1.032.000 – 1.043.000. Dalam sebulan terakhir, harganya pun cenderung fluktuatif di rentang harga Rp 1.013.000 – 1.043.000.

Harga emas batangan mulai naik sejak November tahun lalu. Pada akhir Oktober dibanderol Rp 939.000/batang, artinya hingga posisi saat ini harganya naik sekitar 11%.

Kenaikan tersebut sejalan dengan emas dunia yang hari ini sudah berada di dekat US$ 1.900/troy ons. Jika dilihat sejak November, harga emas dunia sudah melesat sekitar 16%.

Harga emas dunia merupakan faktor utama yang menggerakkan emas batangan di dalam negeri.

Selain itu ada faktor lain yang mempengaruhi yakni nilai tukar rupiah serta supply-demand. Dua faktor tersebut bisa membuat persentase penurunan/kenaikan harga emas batangan lebih besar/kecil dibandingkan emas dunia, bahkan terkadang berlawanan arah.

Harga emas dunia sendiri diperkirakan akan meroket tahun ini.

Chief investment officer Swiss Asia Capital, Juerg Kiener, memberikan proyeksi ekstremnya. Menurutnya, harga emas akan terbang hingga US$ 4.000 per troy ons pada 2023.

Proyeksi tersebut didasari adanya resesi serta pelonggaran kebijakan bank sentral Amerika Serikat (AS) atau The Federal Reserve (The Fed).

“Emas tidak hanya akan naik 10-20% tetapi akan sangat tinggi. Harga emas bisa menembus US$ 2.500-4.000 per troy ons pada tahun depan (2023),” tutur Kiener, dikutip dari CNBC International.

Proyeksi ekstrem juga dikeluarkan Saxo Bank. Bank asal Denmark tersebut memproyeksi harga logam mulia akan terbang ke US$ 3.000 per troy ons.

Untuk diketahui satu troy ons setara dengan 31,1 gram. Jika harga emas dunia mencapai besaran US$ 4.000/troy ons, untuk mencari harga per gramnya maka dibagi 31,1. Hasilnya yakni US$ 128,6 per gram.

Dengan asumsi kurs tengah Bank Indonesia pada Kamis (12/1/2023) Rp 15.366/US$, maka harga emas dunia jika dikonversi ke rupiah bisa mencapia Rp 1.976.334/gram.

Artinya, jika harga emas dunia menembus US$ 4.000/troy ons, maka harga emas batangan di dalam negeri bisa mencapai Rp 2 juta/gram. Sekali lagi, ini juga tergantung dengan kurs rupiah nantinya, serta supply-demand yang bisa membuat harganya lebih tinggi atau lebih rendah.

Seperti disebutkan Kiener salah satu yang akan mendongkrak harga emas dunia yakni The Fed yang akan memangkas suku bunganya di tahun ini.

Pelaku pasar pun sudah melihat kemungkinan tersebut pasca rilis serangkaian data ekonomi.

Inflasi di Amerika Serikat yang terus menurun membuat pasar kini memperkirakan The Fed akan memangkas suku bunganya pada akhir 2023.

Berdasarkan perangkat FedWatch milik CME Group pasar melihat The Fed akan menaikkan suku bunga masing-masing 25 basis poin pada Februari dan Maret dengan probabilitas sebesar 94% dan 76%. Dengan proyeksi tersebut, puncak suku bunga The Fed berada di 4,75% – 5%.

Selain itu, perangkat yang sama menunjukkan The Fed diperkirakan akan memangkas suku bunganya sebesar 25 basis poin pada September dengan probabilitas sebesar 34%, begitu juga sebulan setelahnya. Sehingga di akhir tahun pasar melihat suku bunga The Fed berada di 4,25% – 4,5%.

Proyeksi tersebut bisa terjadi jika inflasi terus mengalami penurunan. Inflasi berdasarkan consumer price index (CPI) di AS pada Desember 2022 dilaporkan tumbuh 6,5% year-on-year (yoy), jauh lebih rendah dari sebelumnya 7,1%. CPI tersebut juga menjadi yang terendah sejak Oktober 2021.

CPI inti yang tidak memasukkan sektor energi dan makanan dalam perhitungan juga turun menjadi 5,7% dari sebelumnya 6%, dan berada di level terendah sejak Desember 2021.

The Fed sebenarnya menggunakan inflasi berdasarkan personal consumption expenditure (PCE) sebagai acuan untuk menetapkan kebijakan moneter. Inflasi PCE ini biasanya dirilis pada akhir bulan, dan juga sudah menunjukkan penurunan.

Pada November, inflasi PCE tercatat tumbuh 5,5% (yoy) pada November tahun lalu, turun dari bulan sebelumnya 6,1% (yoy). Sementara inflasi PCE inti yang menjadi acuan utama The Fed, turun menjadi 4,7% (yoy) dari sebelumnya 5% (yoy) dan berada di level terendah sejak Juli 2022.

Kepala ekonom UBS, Arend Kapteyn, bahkan memprediksi The Fed akan memangkas suku bunga mulai bulan Juli nanti.

“Kami pikir mereka (The Fed) akan memangkas suku bunga tahun ini. Kami pikir yang pertama akan dilakukan pada bulan Juli” kata Kapteyn sebagaimana dilansir Market Insider, Selasa (10/1/2023).

Proyeksi Kapteyn lebih cepat dari ekspektasi pelaku pasar. Kapteyn memprediksi PCE inti akan terus turun menjadi 2,1% di akhir tahun ini.

“Perbedaan kami dengan The Fed adalah mereka melihat PCE inti berada di 3,5% pada akhir 2023, kami melihat di 2,1%,” ujar Kapteyn.

Menguatkan ekspektasi The Fed akan memangkas suku bunganya lebih cepat, sektor konstruksi Amerika Serikat mengalami kontraksi untuk pertama kalinya dalam dua setengah tahun terakhir.

Institute for Supply Management (ISM) Jumat lalu melaporkan sektor jasa Amerika Serikat mengalami kontraksi untuk pertama kalinya dalam dua setengah tahun terakhir.

ISM melaporkan purchasing managers’ index (PMI) jasa turun menjadi 49,6 jauh dari bulan sebelumnya 56,5. Angka di bawah 50 berarti kontraksi, sementara di atasnya adalah ekspansi.

Kontraksi tersebut menjadi tanda gelapnya perekonomian AS pada 2023, resesi sudah membayangi.

Untuk diketahui sektor jasa merupakan kontributor terbesar produk domestik bruto (PDB) AS berdasarkan lapangan usaha. Kontribusinya tidak pernah kurang dari 70%.

Dengan resesi yang pasti terjadi dan inflasi terus menurun, peluang The Fed memangkas suku bunganya pada pertengahan tahun ini tentunya terbuka.